Tuesday, October 25, 2016

Keunikan Bahasa Arab seri 5

>>Bisa selamat dan tidak salah membaca harokat gundul bahasa Arab

Mungkin ada yang bertanya : “Berarti agak susah juga kalau berbicara dalam bahasa Arab jika harus dipikirkan dulu I’rab/kedudukan tiap kata. Bagaimana juga orang-orang arab badui dan Para TKI/TKW bisa berbicara bahasa Arab?”

Maka jawabannya adalah mereka menggunakan bahasa Arab ‘Ammiyah (atau bahasa Gaul menurut bahasa kita) dan kurang memperhatikan kaidah. Dan ini yang lebih penting, supaya bisa selamat dan tidak salah membaca digunakan prinsip,

[تجزم تسلم] “Tajzim taslam” artinya: “engkau jazm-kan  maka engkau selamat”

Maksud men-jazm-kan adalah mensukunkan semua huruf akhirnya pada tiap kata, contohnya,

[أحمد هو غائب لا يحضر في الفصل]  “Ahmadu huwa ghaaibun laa yahduru fil fashli”

Artinya: Ahmad tidak hadir, tidak ada dikelas.

Maka boleh saja kita baca sukun semua tiap kata seperti “AhmaD Huwa GhaaiB laa yahdhuR fil faSHL

Satu lagi yang menjadi isyarat yang cukup penting, bahwa dalam bahasa Arab kita bisa mengetahui kefasihan seseorang dalam berbahasa dan kemampuannya yang sebenar-benarnya dengan melihat kemampuannya meng-i’rab. Kebanyakan orator dan tokoh penting mempunyai kemampuan dalam hal ini sehingga terkadang kata-katanya bisa seperti menyihir dan terdengar sangat indah bagi yang bisa memahami keindahannya [baca : tahu kaidah-kaidah bahasa Arab]. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang fasih bahasa Arabnya.

>>Bahasa tertua yang tetap eksis dan tidak berubah

Berbeda dengan bahasa yang lain yang sudah punah atau hampir punah, sebagaimana bahasa Ibrani yaitu bahasa Taurat dan Injil, bahasa sansekerta, dan berbagai bahasa lokal dan daerah di dunia. Inilah faktanya,

Lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa bidang Kebudayaan (UNESCO) menyatakan setiap satu bahasa punah setiap minggu. Pada akhir abad ini, diperkirakan dunia akan kehilangan separuh dari 6,700. Salah satu bangsa yang akan mengalamai hal itu adalah Kamboja. Di sana 19 bahasa lokalnya telah dinyatakan hampir punah, dan kemungkinan besar banyak di antaranya yang tidak akan bertahan dalam 90 tahun mendatang.”

Kita bisa melihat bukti bagaimana bahasa kromo Inggil/ bahasa jawa halus sudah sangat jarang kita temui pemakaiannya. Begitu juga bahasa halus Sasak Lombok. Sehingga jika seorang kakek buyut yang masih hidup berbicara dengan bahasa halus kepada cucunya, mungkin cucunya agak sedikit tidak paham. Begitu juga bukti bahwa terkadang satu bahasa sekedar berbeda dialek saja sudah agak kurang “nyambung” jika berbicara satu-sama lain.

Kita ambil juga contoh bahasa Inggris, dia sempat mengalami kesenjangan sejarah yaitu mengalami perubahan yang cukup jauh dalam setiap beberapa ratus tahun. Maka bahasa Inggris sekarang, di zaman ratu Elisabeth II jika dibandingkan dengan bahasa Inggris di zaman kakek-buyutnya, di zaman pertengahan yaitu King Arthur, sangat jauh berbeda. Jika mereka bertemu dan berbicara maka akan susah “nyambung”. Jangankan yang beratus-ratus tahun, bahasa kita yaitu bahasa Indonesia belum lagi 100 tahun sejak kemerdekaan tahun 1945 sudah banyak berubah dan belum lagi muncul bahasa gaul zaman sekarang seperti  “nongkrong”, “juragan”, “sundul”, “nyokap”, “bokek” dan lain-lain. Belum lagi penyimpangan makna misalnya “cabut” bermakna “ayo pergi” dan lain-lain.

Maka belum ada bahasa yang seperti bahasa Arab, dimana dia termasuk salah satu bahasa tertua dan tidak berubah, masih asli sejak zaman dulu dan masih sama gaya bahasa, dialek utama, dan pengungkapannya. Walaupun ada bermacam-macam dialek, tetapi dialek asli -yaitu apa yang dibilang sekarang dialek Arab klasik- tetap ada dan tidak berubah sampai saat ini.

Inilah salah satu bentuk penjagaan Allah terhadap Al Qur’an yaitu dengan manjaga bahasanya. Allah Ta’ala berfirman.

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ


“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Adz Dzikra [Al Qur’an] dan kamilah yang akan menjaganya”. (QS Al Hijir : 9)

>>Kaya perbendaharaan kosa-katanya

Contohnya untuk kosa-kata “kuda” maka dalam bahasa Arab seperti berikut:
-Khail (خيل) sekumpulan kuda
-Faras (فرس) seekor kuda (jantan atau betina)
-Hison (حصان) kuda jantan
-Hajr (حجر) kuda betina
-Mahr (مهر) anak kuda jantan
-Mahrah (مهرة) anak kuda betina
-Filw (فلو) anak kuda jantan yang baru lepas daripada menyusu ibu
-Haikal (هيكل) kuda yang besar dan bertubuh tegap
-Mathham (مطهم) kuda yang sempurna dan baik


Penerapannya bisa kita lihat dalam Al Qur’an yaitu tentang istilah untuk hewan unta yaitu:
-al Ibilu [الإبل] lihat surat Al Ghasiyah
-an-Naaqah [الناقة] lihat surat Asy Syams
-al Budnu  [البدن] lihat surat Al Hajj

Dan istilah untuk unta juga banyak seperi istilah untuk kuda, bisa kita lihat dalam kitab-kitab ulama khsusunya kitab zakat.

Masih ingin tahu keunikan-keunikan lain dari bahasa arab? Tunggu kelanjutannya, insya Allah…
Penyusun :
Ust. dr. Raehanul Bahraen (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)

Keunikan Bahasa Arab

Pengantar
Bahasa Al Qur’an ini memiliki beberapa keunikan yang bisa kita dapatkan ketika mempelajarinya. Kami mengumpulkannya agar kaum muslimin bisa tertarik mempelajari bahasa Agama mereka. Karena bahasa Arab sangat penting dalam kehidupan seorang muslim. Akan tetapi Bahasa Arab di zaman ini sangat jauh dari kaum muslimin khususnya di Indonesia.
Cukup dengan mengerti dasar-dasar bahasa Arab, kaum muslimin bisa mengerti lebih dalam petunjuk hidup mereka dan tidak perlu bergantung dengan terjemahan. Dan terjemahan tidak bisa menggantikan makna keseluruhan Al-Quran, oleh karena itu dalam mushaf Indonesia ditulis “terjemah maknawi Al-Quran”. Agak menyusahkan juga jika ada pentunjuk jalan semisal peta, tetapi orang yang hendak ke tujuan masih belum menguasi benar petunjuk tersebut.
Sebagai contoh terjemah makna yang kami maksud kurang mengena tersebut,
Allah Ta’ala berfirman pada surat Yusuf ayat 2,

 إِنَّا أَنزَلْنَاهُ قُرْآناً عَرَبِيّاً لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

Terjemah maknawi dalam Mushaf Indonesia oleh Yayasan Penyelenggara penterjemaah/Pentafsir  Al Quran yang ditunjuk oleh Menteri Agama dengan ketua Prof.R.H.A Soenarjo S.H, sebagai berikut :
Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (QS. Yusuf : 2)
Maka makna ini kurang mengena, karena kita lihat dari i’rab-nya (pembahasan kedudukan kata dalam bahasa Arab). Berikut pembahasan sedikit mengenai i’rab-nya, bagi yang sudah belajar dasar-dasar bahasa Arab silahkan mencermati, bagi yang belum mungkin agak membingungkan dan silahkan dilewati (baca: harus semangat belajar bahasa Arab),
Imam Al Qurthubi rahimahullah menjelaskan i’rab kata [قُرْآناً] dalam tafsirnya,

 يجوز أن يكون المعنى: إنا أنزلنا القرآن عربيا، نصب” قرآنا” على الحال، أي مجموعا. و” عربيا” نعت لقوله” قرآنا”. ويجوز أن يكون توطئة للحال، كما تقول: مررت بزيد رجلا صالحا، و” عربيا” على الحال أي يقرأ بلغتكم يا معشر العرب


“Bisa bermakna : ”[pertama] Sesungguhnya kami menurunkan Al Qur’an yang berbahasa Arab”, kata “Qur’aanan” dinashob dengan kedudukan sebagai “haal” yaitu bermaka terkumpul. Dan kata “’arobiyyan” berkedudukan sebagai “na’at” dari kata “qur’aanan”. [kedua] sebagai “tauthi’ah”/pengantar bagi “haal” sebagai mana kita katakan: “saya melewati Zaid, seorang laki-laki yang shalih”. Dan kata “’arabiyyan” berkedudukan sebagai “haal” sehingga makna kalimat yaitu: dibaca dengan bahasa kalian wahai masyarakat Arab.” [Al Jami’ Liahkamil Qur’an 9/199, Darul Kutub Al-Mishriyah, Koiro, cet.ke-2, 1384 H, Asy Syamilah]

Jadi makna yang agak mendekati –wallahu a’lam- adalah,
 “Sesungguhnya Kami menurunkan Al Qur’anyang  berbahasa Arab, agar kalian memahaminya.” (QS. Yusuf : 2)
 Atau
 “Sesungguhnya Kami menurunkannya [Al Qur’an] sebagai bacaan yang berbahasa Arab, agar kalian memahaminya.” (QS. Yusuf : 2)

Bukan berarti Prof.R.H.A Soenarjo S.H, dan timnya tidak mampu menterjemahkan dengan baik, akan tetapi memang agak sulit menterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Dimana bahasa Indonesia jika dibandingkan bahasa Arab, maka bahasa Indonesia kurang usluub/gaya dan kurang ungkapan bahasanya. Kita juga patut berterima kasih sebesar-besarnya kepada Prof.R.H.A Soenarjo S.H. dan timnya dalam upayanya menterjemahkan Al-Quran sehingga bermanfaat bagi kaum muslimin di Indonesia.Jazahumullahu khairaa.
Supaya lebih bersemangat lagi, mari kita lihat tafsir Ibnu Katsir rahimahullahmengenai ayat diatas. Beliau berkata,

 وذلك لأن لغة العرب أفصح اللغات وأبينها وأوسعها، وأكثرها تأدية للمعاني التي تقوم بالنفوس؛ فلهذا أنزل أشرف الكتب بأشرف اللغات، على أشرف الرسل، بسفارة (8) أشرف الملائكة، وكان ذلك في أشرف بقاع الأرض، وابتدئ إنزاله في أشرفشهور السنة وهو رمضان، فكمل من كل الوجوه

 “Yang demikian itu (bahwa Al Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab) karena bahasa Arab adalah bahasa yang paling fasih, jelas, luas, dan maknanya lebih mengena lagi cocok untuk jiwa manusia. Oleh karena itu kitab yang paling mulia diturunkan (Al Qur’an) kepada rasul yang paling mulia (Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam), dengan bahasa yang termulia (bahasa Arab), melalui perantara malaikat yang paling mulia (Jibril), ditambah diturunkan pada dataran yang paling muia diatas muka bumi (tanah Arab), serta awal turunnya pun pada bulan yang paling mulia (Ramadhan), sehingga Al Qur’an menjadi sempurna dari segala sisi.” (Tafsirul Qur’an Al ‘Azhim 4/366, Darul Thayyibah, cet.ke-2, 1420 H, Asy Syamilah)
Bersambung, insya Allah…
Penyusun :
Ust. dr. Raehanul Bahraen

Keunikan Bahasa Arab seri 2

>>Dua kata yang berbeda satu huruf saja artinya bisa berkebalikan

Misalnya,
-[نعمة] dan [نقمة] “ni’mah” dan “niqmah” artinya : nikmat dan sengsara
-[عاجلة] dan [آجلة] “’aajilah” dan “aajilah” artinya : yang segera dan yang diakhirkan/tertunda
-[قادم] dan [قديم] “Qoodim” dan “Qodiim” artinya : yang akan datang dan yang lampau
-[مختلف] dan [مؤتلف] “mukhtalifun” dan “mu’talifun” artinya : berbeda dan bersatu
Dan masih banyak contoh yang lain.

Dua kata yang jika terpisah artinya bersatu/sama dan Jika bersatu artinya berbeda/terpisah

Ini yang dikenal dengan ungkapan,

 إذا افترقا احتمعا و اذا احتمعا افترقا

 “Jika terpisah artinya bersatu/sama dan Jika bersatu artinya berbeda/terpisah”

Maksudnya jika dua kata tersebut terpisah atau tidak berada dalam satu kalimat maka artinya sama. Dan jika bersatu yaitu dua kata tersebut berada dalam satu kalimat maka artinya berbeda.
Contoh :
[فقير] dan [مسكين] “faqiir” dan “miskiin

Jika kita membuat kalimat yang dua kata ini ada/bersatu, misalnya: “Kita harus berbuat baik terhadap orang faqir dan miskin”
Maka maknanya berbeda, Yaitu:
Faqir> orang yang tidak punya harta untuk mencukupi kehidupannya.
Miskin> orang yang punya harta tetapi tidak cukup untuk kehidupannya.

Jika kita buat kalimat dimana dua kata ini terpisah, misalnya : “kita harus berbuat baik terhadap orang faqir”
Maka makna faqir dalam kalimat ini mencakup kedua maknanya (mencakup makna miskin juga –ed) yaitu orang yang tidak punya harta untuk mencukupi kehidupannya dan orang yang punya harta tetapi tidak cukup untuk kehidupannya.

Begitu juga jika kita berkata: “kita harus berbuat baik terhadap orang miskin”
Maka makna miskin dalam kalimat ini juga mencakup kedua maknanya tersebut.

Contoh lain adalah [إيمان] dan [إسلام] “Iman” dan “Islam”.

Jika bersatu makanya berbeda,
Iman: amalan yang berkaitan dengan hati/ amalan batin
Islam: amalan yang berkaitan dengan anggota badan/amalan lahir

Jika terpisah, maknanya mencakup satu sama lain.

Masih ingin tahu keunikan-keunikan lain dari bahasa arab? Tunggu kelanjutannya, insya Allah…

Penyusun :
Ust. dr. Raehanul Bahraen (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)

Keunikan Bahasa Arab seri 3

>>Satu kata bermakna ganda dan maknanya berkebalikan sekaligus

Ada beberapa kata bisa bermakna ganda dan uniknya maknanya bisa berkebalikan. Maknanya bisa dibedakan dengan melihat konteks kalimat.
Misalnya,

  • Kata [زوج] “zaujun” arti aslinya adalah suami dan uniknya dia juga berarti pasangan,sehingga bisa kita artikan istri.

Kita lebih mengenal bahwa bahasa arab istri adalah [زوجة] “zaujatun”. contoh yang valid dalam Al Qur’an:

وَقُلْنَا يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ


“Dan Kami berfirman : “Hai Adam, tinggallah kamu dan isterimu di surga ini” (QS. Al Baqarah : 35)

Dalam ayat digunakan  [زَوْجُكَ] “zaujuka” bukan [زوجتك] “zaujatuka
Dan [زوج]  “zaujun” bentuk jamaknya [أزواج] “Azwaajun”, dan sekali lagi contohnya dalam Al Qur’an yaitu doa yang sering kita baca,

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً


“”Ya Rabb kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Furqon : 74)

Dalam ayat digunakan [أزواج]”azwaaj” bukan [زوجات] “zaujaat

  • kata [بيع] “bai’un” artinya penjualan, dia juga bisa berarti kebalikannya yaitu: pembelian. Dalam bahasa Arab pembelian lebih dikenal dengan [شراء] “syira’”.
Penerapannya dalam hadist,

إِذَا اخْتَلَفَ الْبَيِّعَانِ فَالْقَوْلُ قَوْلُ الْبَائِعِ وَالْمُبْتَاعُ بِالْخِيَارِ

“Apabila penjual dan pembeli berselisih maka perkataan yang diterima adalah perkataan penjual, sedangkan pembeli memiliki hak pilih “. (HR. At Tirmidzi III/570 no.1270, dan Ahmad I/466 no.4447. dinilai shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ Al Ghalil no: 1322)

Begitu juga dalam ayat Al Qur’an

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

“… padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS. Al Baqarah : 275)
  • begitu juga dengan kata [قمر] “qomar” yang artinya bulan, bisa berarti matahari juga. Dan masih ada contoh yang lainnya.

>>Salah baca sedikit artinya sangat jauh berbeda bahkan bisa bertentangan

Misalnya,
  • kalimat [الله أكبر] “Allahu akbar” artinya : Allah Maha Besar
Jika dibaca [آلله أكبر] “Aallahu akbar”  dengan huruf alif dibaca panjang, artinya: apakah Allah Maha Besar?

  • surat Al Fatihah ayat ke-5, [إياك نعبد وإياك نستعين]
Jika dibaca “IYYaaka na’buduu” dengan tasydid huruf “ya” artinya: “Hanya kepada-Mu Kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.
Jika dibaca “iYaaka na’budau” tanpa tasydid huruf “ya” maka artinya: ““kepadacahaya matahari  kami menyembah dan kepada cahaya matahari kami meminta pertolongan”

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan hal ini dalam tafsirnya,

وقرأ عمرو بن فايد بتخفيفها مع الكسر وهي قراءة شاذة مردودة؛ لأن “إيا” ضوء الشمس


“’Amr bin Faayid membacanya dengan tidak mentasydid [huruf ya’] dan mengkasrah [huruf alif]. Ini adalah bacaan yang aneh dan tertolak. Karena makna “iya” adalah cahaya matahari.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim 1/134, Asy Syamilah)

Masih ada contoh yang lain misalnya “JamAAl” artinya keindahan sedangkan “jamAl” artinya unta.

Masih ingin tahu keunikan-keunikan lain dari bahasa arab? Tunggu kelanjutannya, insya Allah…
Penyusun :
Ust. dr. Raehanul Bahraen (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)

Keunikan Bahasa Arab seri 4

>>Beda bacaan tetapi artinya sama saja (satu kata bisa I’rab-nya berbeda-beda)

Contohnya pada kalimat,

[أحب الفاكهة و لا سيما برتقال]  “Aku menyukai buah-buahan, apalagi buah jeruk

Maka kata [برتقال] “burtuqool” bisa dibaca dengan keseluruhan empat macam bacaan pada akhirnya karena berbeda I’rab-nya bisa dibaca “burtuqoolUN” atau “burtuqoolAN” atau “burtuqooliN” atau “burtuqool
Berikut pembahasan I’rab-nya, sekali lagi [maaf] bagi yang sudah belajar dasar-dasar bahasa Arab silahkan mencermati, bagi yang belum mungkin agak membingungkan dan silahkan dilewati (baca : harus semangat belajar bahasa Arab).

  • dibaca “burtuqooliN” [majrur] jika huruf “maa” pada “siyyamaa” dianggap sebagai huruf “zaaidah” sehinga isim setelahnya [burtuqool] berkedudukan sebagai mudhof ilaih.
  • dibaca “burtuqoolUN” [marfu’] jika huruf “maa” pada “siyyamaa” dianggap sebagai isim maushul mudhof ilaih dari “siyya” sehinga isim setelahnya [burtuqool] berkedudukan sebagai khobar dengan mubtada’ yang mahdzuf taqdir-nya huwa
  • dibaca “burtuqoolAN” [manshub] jika huruf “maa” pada “siyyamaa” dianggap sebagai sebuah isim mudhof ilaih dari “siyya” sehinga isim setelahnya [burtuqool] berkedudukan sebagai tamyiz manshub
  • dibaca “burtuqool” karena diwaqafkan ketika akhir kata.

(lihat Mulakhkhas Qowa’idul Lughoh Al Arabiyah hal. 65, Daruts Tsaqafah Al Islamiyah, Beirut)
>>Satu kalimat bisa dibaca berbeda-beda dan artinya juga berbeda-beda

Misalnya,

لا تأكل السمك و تشرب اللبن


Maka kata [تشرب] bisa dibaca “tasyroB” atau “tasyroBA” atau “tasyroBU” atauTasyroBI
  • jika dibaca “tasyroB” artinya: “jangan engkau makan ikan dan jangan engkau minum susu”
  • jika dibaca “tasyroBA” artinya: “jangan engkau makan ikan ketika engkau sedangminum susu”
  • jika dibaca “tasyroBU” artinya: ““jangan engkau makan ikan dan engkau bolehminum susu”

  • bisa dibaca TasyroBI” jika bacanya disambung ketika membaca “tasyroB” karena bertemu dua huruf sukun yaitu huruf “ba” dan “alif lam” pada “al laban.

Berikut pembahasan I’rab-nya, sekali lagi [maaf] bagi yang sudah belajar dasar-dasar bahasa Arab silahkan mencermati, bagi yang belum mungkin agak membingungkan dan silahkan dilewati [baca : harus semangat belajar bahasa Arab].

  • Dibaca “tasyroB” [majzum] karena huruf “wawu” sebagai huruf ‘athoffi’ilnya athof dengan “ta’kul” karena Huruf “laa Naahiyah” men-jazm-kannya
  • dibaca “tasyroBA” [manshub] karena huruf “wawu” sebagai “Wawu haal” dengan “adawatun naasibah”, sedangkan huruf “an” wajib disembunyikan
  • jika dibaca “tasyroBU” [marfu’] karena huruf “wawu” sebagai “Wawu isti’naf” yaitu “wawu” untuk menunjukkan awal kalimat dan tidak berhubungan dengan kalimat sebelumnya. Sehingga fi’il-nya hukum asalnya marfu’ jika tidak ada ‘amil.

(lihat Qowaaidul ‘Asasiyah Lillughotil Arabiyah hal 34, As Sayyid Ahmad Al Hasyimi, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, Beirut, cet.ke-3,1427 H)

>>Terkadang harus paham dulu baru bisa dibaca lafadznya

Ini salah satu yang paling unik menurut kami. Karena umumnya bahasa yang lain dibaca/dilafadzkan dulu baru bisa dipahami. Lebih-lebih ia juga harus paham i’rabnya. Sudah kita ketahui bahwa bahasa Arab  aslinya adalah “gundul” dan tidak ada harokatnya, karena harokat memang sejarahnya dibuat bagi orang non-Arab. Tanpa bantuan harokat mereka yang belum mengetahui dasar-dasar bahasa Arab tidak bisa membacanya atau melafadzkannya. Contohnya pada Al Qur’an surat An-Nisa ayat 164,

و كلم الله موسى تكليما


Bacaan yang benar: “Wa kallamallaaHU Muusaa takliima” [Allah benar-benar mengajak bicara Musa]

Maka jika pembaca tidak paham maksudnya, maka dia tidak tahu cara membacanya. Apakah lafadz Jalalah  Allah dibaca, “Allahu” atau “Allaha” atau “Allahi

Lho dari mana dia tahu maksudnya, padahal belum dibaca, padahal juga yang dibaca adalah sumber ilmunya?

Jawabannya : umumnya dari i’rab, konteks kalimat atau maksud kalimat sebelumnya. Pada kasus ini, kalimat bisa dipahami dengan bekal aqidah yang benar, yaitu Allah mempunyai sifat berbicara dan memang Allah yang mengajak Musa berbicara.
Sekali lagi [maaf] bagi yang sudah belajar dasar-dasar bahasa Arab silahkan mencermati, bagi yang belum mungkin agak membingungkan dan silahkan dilewati[baca: harus semangat belajar bahasa Arab].

  • Tidak mungkin lafadz Jalalah  dibaca “AllaHA”
 Karena artinya nanti “Musa mengajak bicara Allah”, karena ada kemungkinan nanti menafikan sifat  Allah (yakni : berbicara) dan ini bentuk tahrif/menyelewengkan sifat Allah.
  • tidak mungkin lafadz Jalalah  dibaca “AllaHi”
 Karena tidak ada penyebab majrurnya yaitu huruf jar atau mudhaf ilaih.

Dalam bahasa Arab, i’rab terkadang membantu menyempurnakan [menangkap] makna dan terkadang maknanya bisa menyempurnakan i’rab.

Satu lagi yang menjadi isyarat yang cukup penting, bahwa orang yang ingin berbahasa arab dengan benar dan fasih, dilatih agar berpikir dahulu baru berbicara. Tidak sembarangan berbicara karena minimal ia memikirkani’rab/kedudukan kata dalam kalimat. Jelas ini tidak kita dapatkan dalam kebanyakan bahasa karena bahasa Arab itu unik. Dan sesuatu dibilang unik jika jarang sekali dijumpai.

Masih ingin tahu keunikan-keunikan lain dari bahasa arab? Tunggu kelanjutannya, insya Allah…
Penyusun :
Ust. dr. Raehanul Bahraen (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)